Momentum 22 Tahun Reformasi Berbeda Dari Biasanya
Penulis : Muh. Rafly Setiawan
Selama runtuhnya rezim totalitarian Orde Baru, yang dinakhodai oleh Presiden Soeharo dengan tinju besinya selama kurun waktu 32 tahun, menghadirkan atmosfer reformasi tahun 1998, tepatnya tanggal 21 Mei. Dalam memoar kelam, generasi yang merasakan impact ketamakan tersebut, selalu bercerita tentang pahitnya hidup di bawah kerangkeng otoriter kekuasaan Orde Baru. Sampai-sampai, setiap peringatan 21 Mei seringkali digelorakan untuk merawat memori etis seluruh generasi, agar tidak mengulangi sejarah kelam bangsa Indonesia.
Momentum tersebut, tak pernah lepas dari kacamata publik. Beberapa diantaranya tetap mengontrol jika ada praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkar kekuasaan. Tak tanggung-tanggung, beragam isu krusial akan tumpah ruah di tanggal 21 Mei. Betapapun mengalami pil pahit, akan tetapi reflektif dan evaluatif harus senantiasa dilakukan, untuk menyampaikan aspirasi dari dominasi kekuasaan yang dapat menyengsarakan hajat hidup warga negara.
Kendati demikian, peringatan reformasi kali ini tidak seperti biasanya. Kalau bertahun-tahun silam, kerapkali diadakan panggung orasi atau seminar seremonial yang dilakukan tatap muka, maupun gerakan parlementarian jalanan, namun tahun ini sirna. Lantaran, maklumat pemerintah harus diindahkan, seperti menjauhi tempat kerumunan dan berbagai regulasi yang lain. Memang hal itu berdampak positif, guna menghambat laju pergerakan wabah Covid-19.
Sekarang ini, marak di media cyber kampanye memorrable moments reformasi agar tetap belajar dari sejarah Indonesia. Saya apresiasi bagi seluruh penulis yang senantiasa getol, aktif, dan kritis yang menyuarakan momentum ini sebagai medium discoursif untuk menata pranata-pranata sosial yang lebih baik lagi kedepannya. Dan ini merupakan gerakan moral yang berpotensi menjadi gerakan sosial agar bersikap demokratis dan mempertautankan beragam kejanggalan yang harus segera ditindaklanjuti. Termasuk diantaranya, isu-isu seputar kemanusiaan, korupsi elite politis, Hak Asasi Manusia, pandemi Covid-19, dan lain sebagainya.
Masih banyak terdapat tugas rumah bersama buat kemajuan negeri ini. Bukan hanya pihak penguasa, tetapi partisipasi masyarakat untuk bersikap aktif dan kritis dapat menjadi penunjang kemajuan Indonesia. Tanpa kita sadari, aktor-aktor yang dekat dengan kekuasaan, kemungkinan besar akan keliru jika hendak menetapkan satu kebijakan publik. Dari situ, dengan adanya partisipasi masyarakat, mampu menjadi komparasi potensial untuk meluruskan letak kekeliruan pihak penguasa.
Jejak historical Indonesia, harus sebagai kompas bagi lintas generasi. Meskipun peringatan 21 Mei dilakukan dirumah saja, namun bukan berarti kita cenderung pragmatis mengamati perkembangan negeri ini. Setidaknya, momentum ini bisa menjadi pondasi dalam memperbaiki perangkat-perangkat kenegaraan yang cenderung over lapping, sehingga kemaslahatan seluruh warga negara dapat terawat dengan baik.
Kayak misalnya beberapa hari kemarin, soal pengesahan UU MINERBA, dari RUU No. 4 Tahun 2009. Kajiannya pun terkesan praktis dan terburu-buru, lantaran hanya dibahas dari bulan Februari sampai Mei. Ada sesuatu yang ekstenrik, karena dilaksanakan dan ditetapkan pada rapat paripurna DPR Selasa, 12 Mei 2020. Undang-Undang berpotensi mengganggu kesejahteraan pekerja dan masyarakat. Tentu saja, kebijakan ini tidak sesuai dengan harapan reformasi dan nilai demokrasi Indonesia yang sesuai dengan Pancasila.
Mengapa demikian? Karena beberapa pasalnya menuai kontroversi, dan begitu banyak keuntungan yang didapatkan bagi para pemilik modal. Imbas dari pandemic effect, membuat negeri ini terasa sedang bergoyang di seluruh sektornya. Layak bagi kita, untuk menyiratkan peringatan 21 Mei tahun 2020, menjadi babakan
baru dalam rekonstruksi berkelanjutan dan memikirkan matang-matang skala prioritas jangka panjang kemajuan negeri ini. Apalagi, Indonesia digadang-gadang menjadi Negara yang paling unggul di tahun 2045.
Ini merupakan bentuk pembelajaran kita bersama untuk tetap merawat spirit para patriotik negeri ini dengan segenap harapan yang termaktub dalam konstitusi negara Indonesia. Apabila kita lantas luput memperingati momentum istimewa ini, maka boleh jadi kita melupakan peristiwa bersejarah dari kebangkitan reformasi tahun 1998.
Mari bergotong royong untuk kembali memberdayakan segala sumber daya yang teramat melimpah di Indonesia. Meskipun wabah Covid-19 kian menambah jumlah korbannya, bukan berarti kita bersikap apatis. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tetap belajar dari sejarah negerinya, dan menghargai jasa para pahlawannya.
Semoga Indonesia bisa berjaya di masa depan, kita jangan tunggang-langgang dari banyaknya tantangan yang dihadapi. Karena itu merupakan bagian dari sikap kompromistik terhadap sifat pesimis. Anggaplah itu merupakan peluang kita bersama dalam menciptakan iklim reformasi yang lebih sustansial di masa depan. Selamat memperingati hari lahir reformasi selama 22 tahun, Indonesia bisa lebih baik lagi kedepan.
Komentar
Posting Komentar