Catatan Akhir Tahun ( Tidak hanya mengetahui, Indonesia harus dimengerti )


Beberapa hari lagi tahun baru akan tiba. Sebagaimana yang biasanya tahun baru selalu bersama dengan harapan baru atau mungkin harapan – harapan sebelumnya belum terwujud maka di tahun yang baru nanti harus kelar, atau mungkin anda tidak tahu apa yang mesti diharapkan didunia yang hanya sementara ini selain amal ibadah untuk bekal menuju ilahi. Kalau begitu saya berharap dengan selemah-lemahnya iman bisa bermanfaat bagi semua orang. Selebihnya, silahkan pembaca berharap sesuai keimanan masing-masing. 

Bulan desember salah satu bulan yang menyenangkan bagi semua orang tanpa terkecuali. Selain saudara kristiani merayakan natal, kita semua pun akan merayakan pesta akhir tahun dengan seksama, meskipun sebagian tidak membolehkan. Tapi menurut penulis indonesialah tempatnya apabila dunia ingin melihat perayaan tahun baru yang paling ramai. Bagaiamana tidak, selain jumlah penduduknya yang besar, bersamaan dengan itu perbedaan – perbedaan yang selama ini berdamai menjadi salah satu hal yang menambah nuansa perayaan tahun baru menjadi menarik dengan karakter masing-masing budaya. Kecuali yang mempersoalkan perbedaan, itu lain lagi cara merayakannya mungkin dengan sedikit tekanan batin, tapi itupun tetap menjadi indikator keramaiannya.

Menjadi warga negara Indonesia memang dibutuhkan tenggang rasa antar sesama anak bangsa. sebab mewariskan kebesaran bangsa ini, bukan hanya bagi orang atau kelompok tertentu, tidak hanya dipikirkan oleh pemerintahan negara sendiri melainkan warga negara secara universal memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjaga keutuhan bangsa. Kewajiban itu ada ditangan kita, Sama seperti menyeimbangkan kemudi kapal dari hantaman ombak yang begitu besar, tertiup angin kencang dari berbagai macam arah mata angin dan mengancam keseimbangan kapal. Tentu bukan bukan hanya kemampuan nahkoda yang menentukan keamanan dan keselamatan perjalanan kapal di laut, juga syahbandar berperan untuk memberikan instruksi agar perjalanan di tundah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal akibat cuaca yang tidak memungkinkan atau sedang buruk. 

Indonesia yang dihidupi beragam suku, budaya dan agama menjadikannya negara yang pluralistik. Mau tidak mau, suka atau tidak suka begitulah konsekuensi logosnya bahwa masyrakat indonesi mesti menerima segala perbedaan yang ada. sebab tampa penerimaan sikap toleransi, indonesia akan mengalami perpecahan yang lebih besar dari pada negara-negara yang sedang dilanda konflik antar keyakinan. Sebaliknya jika masyarakat indonesia terus mempertahankan sikap toleransinya, maka akan menjadi contoh bagi dunia tentang kedamaian sesama anak bangsa.

Maka, tentang negara kesatuan republik indonesia tidak akan kompleks jika hanya mengetahuinya sebagai negara yang beragam dan pancasila sebagai pemersatu. pun tidak akan damai jika hanya mengetahui kekayaan sumber daya alamnya, terlebih kalau hanya memikirkan kekuasaan semata . sebab dengan cara itu. sama dengan hanya akan membawa kapal besar ini kepada hantaman ombak sangat besar yang berpotensi menghancurkan dan menenggelamkan seluruh penumpang dengan segala perbedaannya, dengan demikian cita-cita kemerdekaan dan pancasila tidak akan terwujud tampa implementasi  serta penanaman nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi toleransi.

Dalam hal ini penulis akan mencoba meneladani presiden keempat indonesia K.H. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur, dimana bulan desember juga disebut sebagai Bulan Gus Dur pasca wafat 30 Desember 2009. Beliau telah meneladankan tugas kita meneruskan. Telah banyak sekali ajaran yang telah beliau wariskan tentang sikap toleransi  untuk bangsa yang besar ini. Sepertinya dengan melihat kondisi indonesia saat ini, maka akan spontan di benak kita terngiang sosok Gus Dur. ia adalah sosok kiyai karismatik, negarawan dan juga politikus yang paham betul tentang indonesia dan permasalahannya dan itu bisa dibuktikan dengan gelar guru bangsa yang diberikan.

Lebih baik mencegah daripada mengobati, begitu pesan dokter pada pasien. Sementara untuk kemaslahatan dan kemanusiaan, Gus Dur pernah memberikan pelajaran yang sangat bermakna. saat beliau berniat mencalonkan diri sebagai presiden indonesia mengatakan "saya akan jadi presiden, tapi saya bukan pemadam api. Saya akan mencegah kebakaran dan bukan sebagai pemadam kebakaran". Begitu tekad beliau untuk mencegah kehancuran negara saat semangat reformasi baru saja di mulai di indonesia yang sedang sakit. Terbukti saat beliau menjabat sebagai presiden, yang dilakukan adalah safari ke beberapa negara untuk menghalau sumber perpecahan yang tertiup keindonesia.

Mengatasi masalah di indonesia dari akar persoalannya. Seperti, memutus mata rantai pemberontakan gerakan aceh merdeka di swiss, kita harus menemui Hasan Tiro, presiden dan pimpinan-pimpinan negara yang simpati padanya harus di dekati, tapi butuh waktu lama, kata beliau. Belum lagi separatis RMS ( Republik Maluku Sarani ) yang bermarkas di Belanda, harus ada loby ke negara itu agar tak mendukung RMS, juga negara lain yang lunya kepentingan di maluku. Dan separatis irian barat papua merdeka yang diketahuinya sebagai binaan amerika.

Selain langkah yang dilakukan Gus Dur tadi, Juga adik beliau Hasyim Wahid telah memberikan pelajaran tentang bagaimana menanggapi persoalan-persoalan yang ada di indonesia dalam buku beliau (hasyim wahid) yang berjudul telikungan kalitalisme global dengan mengatakan "setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi di indonesia  tampa melihat keterkaitan dengan konstelasi global, niscaya akan menemui kegagalan". Menurutnya, kebanyakan aktivis dan intelektual yang menuntut dan menyikapi perubahan indonesia dengan melihat indonesia sebagai entitas tersendiri yang lepas dari korelasi internasional. Mereka hanya melihat persoalan secara parsial dan sektoral, sehingga tidak bisa menemukan akaran persoalan yang sebenarnya.

Menurut Gus Dur, negara kita memiliki persyaratan untuk berkembang menjadi masyarakat yang kuat dan besar. Tiga hal utama yang sudah ada dan dimiliki saat ini, yaitu jumlah penduduk yang besar, kekayaan alam yang berlimpah ruah, dan letak geografis yang sangat strategis. Jika hal itu digunakan dengan tepat mengikuti kebijakan demi kebijakan pemerintah menuju kearah itu, maka jelas bahwa kita akan menjadi bangsa yang kuat dan besar. ( Gusdur Bertutur : 95 )

Adapun demokrasi bersandar pada tiga hal utama yaitu, kedaulatan hukum, persamaan perlakuan kepada semua warga - negara di hadapan undang-undang dan kejujuran sikap kita semua dalam melaksanakan peraturan-peraturan menurut bentuknya secara tuntas. Penegakkan demokrasi benar-benar beliau lakukan saat beliau menjalankan peran sebagai pemimpin negara, salah satunya menghentikan perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat tionghoa dengan mengeluarkan keputusan presiden No 6 Tahun 2000, bersamaan dengan itu langkah taktis menjadikan hari imlek sebagai hari libur fakultatif (berlaku bagi yang merayakannya) dan kini menjadi hari lilbur nasional.

Lagian bangsa cina atau tionghoa memiliki peran dalam kemerdekaan negara kita. Jadi menurut penulis, "Tidak hanya mengetahui, indonesia harus dimengerti". Telah banyak sejarah mengajarkan kita tentang kehidupan berbangsa dan setanah air yang menyisahkan jejak-jejak perjuangan kolektif sesama anak bangsa. Berdasar Kesadaran bersama dan kesepemahaman yang sama akhirnya masyarakat indonesia berhasil meraih kemerdekaannya lalu merumuskan pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta bentuk negara demokrasi untuk menjadi landasan bagi segala kepentingan  di tengah-tengah perbedaan di Indonesia.

Terakhir dari penulis. berakhir tahunlah dengan riang gembira, terlebih bagi yang telah melewati satu tahun penuh perjuangan. "sebagai catatan tambahan di bulan desember kali ini bangsa kita sedang di goyang ombak laut akibat terangkatnya udang raksasa keluar negeri secara legal yang sedang direncanakan". Dengan begitu menurut penulis indonesia tidak lagi dikeruk dan dikuasai hanya kekayaan daratannya saja, juga kekayaan lautnya akan menghidupi negeri luar. bagaimana menurut sampeyan ???

Penulis : War's



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desa Sebagai Lapisan Pemerintahan Paling Dekat Dengan Rakyat

Moderasi Berpikir dan Fenomena 'Syariatisasi'