Buang Air Kecil (Bagian II)
Penulis : Muh. Rafly Setiawan
![]() |
sumber gambar : http//www.sehatq.com |
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya. Masih dengan topik pembahasan yang sama soal buang air kecil. Namun akan lebih memperkaya khazanah pengetahuan kita secara bersama-sama.
Beberapa hal yang musti disadari bahwa buang air kecil merupakan perilaku normality bagi manusia. Walaupun sensasinya begitu menyegarkan kala sudah membuangnya di toilet. Tapi jangan lupa membersihkan alat vital sewaktu selesai buang air. Karena tanpa menyabuninya, boleh jadi mendatangkan penyakit bagi diri sendiri.
Buat para pemadat (baca: pengguna narkotika), buang air kecil merupakan kesialan. Mengapa demikian? Lantaran, ketika diciduk oleh aparat kepolisian, sewaktu mengkonsumsi barang haram tersebut. Untuk memastikan apakah dia telah menggunakan narkotika atau tidak, maka dilakukan tes urine sebagai penguat investigasi. Sudah barang tentu positif, karena efeknya akan hilang selama kurang lebih 40 hari, terhitung sejak penggunaan bahan narkotika, apalagi sejenis sabu. Jadi, dia pasti berakhir di jeruji besi.
Adapula hambatan orang yang over minum air mineral. Kayak misalnya, mengkonsumsi air berlebih sebanyak 10 liter sehari, maka dapat dipastikan dia akan bolak-balik ke toilet. Di tahun 1974, buku Nutrisi bagi Kesehatan yang ditulis oleh ahli gizi Margaret McWilliams dan Frederick Stare, merekomendasikan rata-rata orang dewasa untuk mengonsumsi sekitar enam sampai delapan gelas air per hari. Sehingga dapat terhindar dari dehidrasi. Ini untuk meminimalisir kebocoran kantong kemih yang over air mineral.
Tak banyak yang menyadari, aturan populer soal minum air putih 8 gelas per hari tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat. Justru aturan minum air putih yang tepat menurut Institute of Medicine’s Food and Nutrition Board adalah 2,7 liter per hari bagi wanita. Sementara itu, pria membutuhkan 3,7 liter air putih per hari. Pembaca harus cermat, tetapi yang saya tekankan adalah tentang mengkonsumsi air mineral secara teratur dan rutin, agar kita tidak kebablasan di toilet ketika buang air kecil.
Dalam perspektif keagamaan, buang air kecil merupakan hal yang dapat menghilangkan kesucian air wudhu. Bilamana kita telah berwudhu, maka secepatnya kita menunaikan sholat, karena pasti ada saja momen yang dapat membuat kita kebelet pipis. Apabila kita senantiasa untuk menjaga kesucian wudhu kita, hendaknya setelah buang air kecil, kita patut berwudhu kembali. Jangan lupa, percikan air seni merupakan naji, jadi harus hati-hati jangan sampai tetesannya tersangkut di celana atau pakaian.
Kendati demikian, anak-anak (usia 1-7 tahun) rentan terhadap penyakit, apalagi hampir rata-rata, anak-anak sering menahan untuk buang air kecil. Orang tua perlu mengontrol rutinitas buang air sang anak. Ketika raut wajah anak mulai menampakkan semrawutan, maka selayaknya orang tua mengajak anaknya untuk berinteraksi atas perubahan ekspresinya. Boleh jadi, keterlambatan orang tua dapat mengontrol kondisi anak akan mendatangkan hal-hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Saya menyarankan, kalau kita mengalami gejala yang tidak mengenakkan di bagian organ vital, maka segera periksa ke dokter. Manakala kita tidak dapat membuang air kecil dalam kurun waktu 3 hari, itu pertanda untuk secepatnya ke rumah sakit agar proses vaksinasi dapat dilakukan segera mungkin.
Untuk itu, pola hidup sehat juga tercantum dalam kondisi sewaktu buang air kecil di toilet. Ada adagium yang paling populer, bahwa adab di toilet ketika buang air kecil, merupakan tanda dari menjaga akhlak yang bersesuaian dengan ciri keagamaan dan norma kemasyarakatan. Wajarlah, kepatuhan ini harus dilakukan, sehingga segala energi positif dapat kita serap dalam aktivitas sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar