Desa Sebagai Lapisan Pemerintahan Paling Dekat Dengan Rakyat


"Beritahu kami agar tidak pernah lupa bahwa prmerintah adalah diri kita sendiri, bukan kekuatan asing di atas kita. Para pemimpin tertinggi demokrasi kita bukan presiden dan senator dan anggota kongres dan pejabat pemerintah, tetapi para pemelih negeri ini". (Franklin D. Roosevelt)

Sekiranya di indonesia talah tercatat beberapa upaya pada tatanan pemerintahan ihwal peningkatan strategi  pengelolaan negara dan  upaya pemerataan pembangunan kepada daerah-daerah yang ada di indonesia.

Kepala pemerintahan telah berganti kesekian kali, melalui pelengseran maupun pemilihan secara langsung tidak mesti menjadi alasan untuk lari dari kenyataan bahwa fungsi dari pemerintahan adalah mengatur dan mengupayakan serta menjamin penghidupan masyarakat yang dipimpin.

Dari sistem pemerintahan sentralistik ke desentralisasi. kita bisa temukan kebenaran bahwa, suatu pemerintahan senantiasa mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat tanpa harus menunjukkan otoritas pemerintahan yang absoulut, kecenderungan relatif mesti di tanamkan dalam sistem pemerintahan apapun model pemerintahannya.

Adanya otonomi daerah melalui undang - undang nomor 22 tahun 1999, maka sejak saat itu pula daerah memiliki kewenangan untuk mengelolah dan mengatur daerahnya sendiri berdasarkan kebutuhan masing-masing daerah yang ada di indonesia.

Tercatatat dalam sejarah pemerintahan indonesia dari masa ke masa. Orde lama dan orde baru boleh dikata menggunakan pemerintahan yang sentralistik, sekalipun penerapan pemerintahan daerah pernah dilakukan namun tidak secara total dengan gaya pemerintahan masing-masing terpimpin dan otokratik.

Maksud dari perubahan sistem pemerintahan sentralistik ke desentralisasi tidak lain adalah untuk pemerataan pembangunan dan pemerataan pengelolaan keuangan negara dari pusat ke daerah-daerah yang ada di indonesia.

Saat ini berdasarkan data kementerian dalam negeri terdapat 34 provinsi 416 kabupaten dan 98 kota yang memiliki kewenangannya tersendiri dalam memajukan indonesia sebagaimana subtansi dari desentralisasi yang berlaku.

Jika ingin manarik benang merahnya, daerah kabupaten/kota yang masing-masing memiliki kepala pemerintahan menjadi hitungan matematis untuk mengukur tingkat kemajuan negara, tergantung dari baik dan tidaknya pemerintahan yang dijalankan, ditambah lagi dengan terdapatnya dewan perwakilan rakyat daerah menuju pusat sebagai representasi seluruh rakyat yang berada di daerah kabupaten/kota.

Apakah keterwakilan tersebut benar-benar membawa misi kerakyatan atau hanya membawa kepentingan partai politik sebagai pengusung. silakan di analisis sendiri,,

Sepanjang pengamatan penulis, soal keterwakilan daerah di pemerintahan pusat. selama ini tidak memiliki peran yang signifikan dalam misi kerakyatan, yang ada hanya membawa kepentingan partai politik di daerah sebagai pengusung. Pemilihan dewan perwakilan rakyat daerah hanya sebagai fungsi mobilisasi atau jalur komunikasi persuasif untuk melanggengkan kekuatan partai politik yang ada di daerah-daerah.  

Selain otonomi daerah, yang lebih dekat dengan masyarakat atau lapisan pemerintahan paling dalam menurut penulis adalah desa. Kini memiliki kemandirian dan atau kewenangan tersendiri dalam mengatur dan mengurusi pemerintahannya sendiri  Melalui UU No 6 tahun 2014 tentang Desa.

Menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sekalipun tidak di berlakukan undang-undang tersebut, wilayah desa tetaplah menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan pemerintahan dalam mensejahtrakan rakyat. Sebab, desa sebagai ruang pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat adalah pemerintahan desa. Dalam hal ini penulis sebut sebagai lapisan pemerintahan paling dalam.

Mengggunakan pandangan lain, secara hirarkis wilayah teritorial negara, wilayah pedesaan adalah kalkulasi utama dalam menghitung tingkat kesejahtraan masyarakat. yang artinya dalam sistem pendataan, desa menjadi sumber pertama bagi pemerintahan daerah yang kemudian diteruskan kepada pemerintahan pusat.

Dengan diberlakukannya otonomi desa yang di ikuti  peningkatan dana desa dari tahun ke tahun, mesti diperhatikan betul, apakah pertambahan dana desa tersebut, diikuti dengan perubahan yang ada di desa. Sangat miris apabila kenyataannya tak sesuai dengan harapan dari rencana penganggaran dana desa.

Partisipasi masyarakat dalam mengawal pemerintahan desa mestinya semakin di tingkatkan pula. Karena menurut pandangan penulis, sebaik apa pun kebijakan pemerintahan yang berlaku, potensi kecurangan tetap akan ada. Maka, satu-satunya pengawasan yang paling efektif adalah pengawasan dari masyarakat desa itu sendiri, bukan pengawas yang disiapkan oleh negara.

Kita bisa lihat bersama bahwa ungkapan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat kini hanya menjadi simbolik demokrasi semata, faktanya upaya demokratisasi sangat minim di lakukan, kecenderungan yang terjadi adalah rakyat hanya sebagai objek pembangunan dalam pemerintahan bukan sebagai subjek.

Artinya setiap upaya pengambilan kebijakan dan atau penentuan strategi implementasi kebijakan harus berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat, tidak berdasarkan kepentingan individu atau kelompok tertentu, sebagaimana yang sering terjadi hanya berdas pada kepentingan pemilihan lima tahun sekali, baik pemilihan kepala daerah maupun pemilihan kepala desa. Dan itu lah yang penulis sebut sebagai politik tingkat desa.

Dengan begitu menurut penulis, masyarakat dan pendidik perguruan tingg sebagai bagian dari rakyat adalah pengawas yang paling independen dalam pengawasan pemerintahan. Idealisme meraka jauh lebih potensial bermanfaat dibanding dengan idealisme seorang yang telah masuk dalam sistem pemerintahan. 

Untuk tetap menjadikan rakyat sebagai subjek pemerintahan maka apa yang di sebut abraham lincoln Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, mestinya sampai pada dataran partisipasi dan prngawasan dalam pemerintahan, bukan hanya menjadi simbolik demokrasi semata.

Pemberdayaan masyarakat mesti di lakukan oleh pemerintahan desa, pendidikan politik, pemerintahan harus di berikan, melibatkan masyarakat setiap rencana pembangunan desa, serta transparansi penggunaan anggaran harus ditunjukan agar fungsi pengawasan dalam masyarakat tetap berjalan.

Dan apabila partisipasi masyarakat berkurang dengan alasan masyarakat hanya sibuk dengan tanamannya di kebun dan di sawah, maka sejak saat itu pula suatu pemerintahan dikatakan gagal dalam hal pemberdayaan. tetapi, jika masyarakat tak tahu menahu soal rencana pembangun dan pengelolaan dana desa karna alasan yang sama, maka sejak saat itu pula transparasi dalam pemerintahan tidak ada sama sekali.

Ditulis oleh ; War's

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun ( Tidak hanya mengetahui, Indonesia harus dimengerti )

Moderasi Berpikir dan Fenomena 'Syariatisasi'