Masyarakat dan Agama di Negara Plural
![]() |
mages may be subject to copyright. Find out more
|
Sejak kapan berfikir tentang dialektika materialis dan dialektika idealis, sejak saat itu pula mediasi historis akan menemukan langkah untuk menghasilkan suatu praksis. Jika tidak maka, konsekuensi berpengetahuan tidak membuahkan kemajuan sebagai seorang terpelajar.
Dialektika – dialektika itu tergantung dari pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan, semakin banyak pula proses dialektis yang akan mendorong individu untuk berbuat. Termasuk mediasi historis akan memberikan angin segar bagi pencinta kesetaraan dan pemegang teguh konsep pluralisme, utamanya bagi bangsa indonesia yang heterogen.
Indonesia adalah negara yang terdiri dari bangsa-bangsa, suku, agama ras dan adat berbeda-beda sejak dahulu telah hidup berdampingan, sebelum merdeka bahkan setelah merdeka sudah cukup dewasa untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan tersebut. Itu juga lah yang menjadikannya sebagai negara pluralis di mata dunia.
Terlebih saat presiden ke empat K.H. Abdurrahman Wahid mengembalikan hak-hak umat beragama konghucu yang terpasung selama orde baru setelah mencabut peraturan yang melarang keiatan adat warga tionghoa secara terbuka. Dengan begitu di indonesia di anut oleh agama hindu, islam, protestan, katolik dan terakhir konghucu, satu lebih banyak dari tiongkok yang di anut oleh agama buddha, tao, islam, protestan,dan katolik.
Bercermin dari kedua negara tersebut. Boleh dikata bahwa negara pluralism akan hidup di negara-negara yang memililki wilayah teritori yang cukup luas, karena dengan wilayah yang luas akan di hidupi oleh banyak penduduk. Seperti jumlah penduduk indonesia misalkan atau tiongkok yang berada pada posisi pertama berdasarkan jumlah penduduk terbanyak, maka akan ada ruang untuk hidup bagi pemeluk agama-agama di suatu negara.
Jika membaca buku Gusdur Bertutur akan di temukan perbandingan kehidupan beragama seperti di negara indonesia dan tiongkok yang telah di singgung sebelumnya. Sedikit ingin menambahkan informasi bahwa orang-orang tiongkok di indonesia pernah di tarik paksa kapal-kapal pedagang muslim berkebangsaan china oleh pemerintahannya dengan alasan kekhawatiran bercampurnya budaya masuk ke china, Adapun yang lebih memilih tetap tinggal, mereka yang memilih mempelajari budaya dan menetapkan diri sebagai warga negara Indonesia.Itu terjadi di kisaran tahun 1492.
Manusia dan agama adalah satu kesatuan yang mutlak, atau masyarakat dan agama tak bisa di pisahkan, kecuali agama dan negara dipisahkan menurut paham skularism. Sementara di indonesia sebagai negara pluralis berkeyakinan bahwa kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang mutlak dan telah di lindungi oleh negara.
Pemerintah indonesia melalui UU No.12 Tahun 2005, yang isinya ; (1) setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan, dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaaan atas pilihannya sendiri dan menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran, Selain itu yang ke (2) tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga menganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama sesuai dengan pilihannya.
Pun demikian potensi konflik tak jarang di perlihatkan oleh sebagian kalangan atau kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama atau keyakinan tetrtentu, terlebih saat dimulainya perhelatan pesta demokrasi. Tak bisa pula di tampik bahwa demokrasi menjamin kebebasan berkumpul, berserikat serta menyampaikan pendapat sekalipun pembubaran kelompok yang cenderung radikal adalah jalan terakhir untuk mengcounter.
Tidak memisahkan agama dan negara bukan berarti ketentuan untuk menjadikan suatu negara yang berideologi agama tertentu. Agama dan negara merupakan dua institusi yang bisa dibedakan namun tidak bisa dipisahkan. Agama jadi topangan moral masyarakat dalam menghadapi perubahan.
selain itu mendamaikan agama dan negara sekiranya hal itu sudah final bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu sudah di mulai sejak saat berbondong-bondongnya para saudagar asing dan memilih langkah asimilasi agama dan budaya, jadi perihal mempertemukan keduanya telah di akomodir oleh nasib yang sama dalam suatu teritori yang di merdekakan secara bersama-sama.
Memperdebatkan kembali agama dan negara sepertinya sedikit sama dengan menyantap makanan yang telah di urung bari-bari. Satu-satunya pembenaran yang bisa dilakukan adalah pesta demokrasi dilaksanakan lima tahun sekali, kemungkinan besar hal yang sudah basi pun akan turut jadi santapan bagi mereka yang kelaparan.
Melihat kondisi tersebut upaya - upaya pencerdasan mesti selalu di lakukan, salah satunya melalui tulisan. sekiranya itu akan mengurangi konsumtif sesuatu yang telah basi karna itu akan berdampak buruk bagi kesehatan. Dan sesungguhnya agama memberikan petunjuk cara hidup yang sehat bagi setiap masyarakat. Dengan begitu, kalau masyarakatnya sehat-sehat maka negara pun akan kuat.
Credit by : Aswar Saputra
Credit by : Aswar Saputra
Komentar
Posting Komentar